Sabtu, 05 Januari 2008

Pengolahan dan Pemanpaatan Sabut Kelapa


Pengolahan dan Pemanpaatan Sabut Kelapa



Kelapa untuk Berdayakan Masyarakat Pesisir
KEHIDUPAN masyarakat pesisir identik dengan kemiskinan meski sumber daya alam di kawasan itu begitu melimpah. Tengoklah pada beragamnya ikan yang memiliki nilai jual tinggi, tumbuhan laut yang berkhasiat obat dan menjadi bahan makanan, serta pohon kelapa yang mempunyai 1001 kegunaan.
Dari sumber daya hayati yang disebut terakhir itu, sebagai negara kepulauan yang panjang garis pantainya mencapai 81.000 kilometer, terbayang begitu melimpahkan potensi negeri ini dan manfaat yang bisa diraih. Indonesia diperkirakan memiliki areal pohon kelapa terluas di dunia, yaitu sekitar 3.712 hektar, yang hampir seluruhnya adalah perkebunan rakyat dan merupakan sumber penghasilan sekitar dua setengah juta keluarga petani.
Mulai dari bagian akar hingga daunnya telah dihasilkan beragam jenis produk, seperti bahan bangunan, furnitur, perabot rumah tangga, makanan, dan minuman. Sayangnya, kelimpahan sumber daya alam yang ada dan hasil kreativitas mereka itu belum menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memberikan pendapatan yang lumayan bagi masyarakat pesisir.
Padahal, dari kelapa bisa dihasilkan produk yang bernilai tambah tinggi antara lain bila diolah menjadi sarana kebersihan, seperti sabun, kosmetik, dan obat-obatan. Sementara itu, dari sabut kelapa yang umumnya hanya dipintal menjadi tali dan keset ternyata dapat menjadi produk yang punya nilai tambah lebih tinggi. Serbuk dan serat lebih lanjut dapat diolah menjadi dinding peredam suara, kayu partikel, media tanam, matras, jok mobil, dan pelapis tempat tidur pegas.
Selama ini industri dalam negeri hanya mengekspornya dalam bentuk serat dan serbuk sabut kelapa (cocodust), yaitu ke Korea Selatan, Australia, Brasil, dan Jerman. Bahan baku itu di negara masing-masing diolah lebih lanjut menjadi produk tersebut.
Sementara itu, Indonesia juga belum bisa memperoleh keuntungan yang besar dari ekspor minyak kelapa. Nilai ekspornya saat ini hanya 32,2 persen dari total ekspor dunia, masih di bawah Filipina yang sebesar 45,6 persen. Padahal, daya serap pasar dunia pada minyak kelapa tergolong tinggi. Karena, masyarakat di Eropa Barat, misalnya, memerlukan 570.000 ton atau 20,3 persen pasar dunia, AS 467.000 ton (16,6 persen), dan India memerlukan 451.000 ton minyak kelapa. (16,1 persen).
Selain volume ekspornya rendah, Indonesia belu

m mengembangkan produk minyak yang bernilai jual tinggi. Ekspor dari negeri ini masih dalam bentuk minyak kelapa biasa, sedangkan Filipina memproduksi minyak kelapa murni (virgin coconut oil/VCO) yang harganya bisa mencapai tiga hingga empat kali minyak kelapa biasa. Minyak ini mempunyai nilai tambah besar karena dapat digunakan sebagai bahan baku pada berbagai produk, seperti kosmetik, sabun, makanan, dan obat-obatan.
Pemberdayaan masyarakat
Melihat potensi ekspor produk olahan kelapa, beberapa upaya telah dilakukan untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat pesisir sehingga mereka dapat meningkatkan taraf perekonomian dan kesejahteraan.
Untuk pembuatan sabut dan serbuk sabut kelapa, Balai Besar Kimia dan Kemasan Deperindag telah membuat mesin pelumat sabut berkapasitas 150 kilogram per jam yang telah digunakan industri kecil di Malingping, Banten.
Sedangkan di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara-yang dikenal sebagai bumi sejuta nyiur melambai, sebuah LSM bernama Yayasan Minahasa Raya- bekerja sama dengan Private Enterprise Participation Project dan Canada International Development Agency mengembangkan teknik pengolahan kelapa dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat pesisir. Kegiatan industri ini akan menyerap tenaga kerja lokal dan menghidupkan kegiatan di rumah-rumah tangga.
Dengan dana 1,5 juta dollar AS, program tersebut meliputi pembuatan desain mesin pemeran santan dan membangun industri kecil pengolahan kelapa, termasuk proses pembuatan VCO. Hasil sampingan dalam proses pembuatan VCO berupa santan sisanya dapat terus diolah dengan dimasak hingga dihasilkan minyak goreng berkualitas tinggi.
Sementara itu, sabut kelapa, tempurung kelapa, kulit ari, dan ampas juga diproses lebih lanjut. Sabut kelapa digunakan sebagai bahan bakar pemasakan atau tungku. Selain itu juga diolah menjadi produk lain seperti sapu, jok kursi, dan busa tempat tidur. Tempurung kelapa selain sebagai bahan bakar untuk memasak juga diolah menjadi arang tempurung dan karbon aktif. Kulit ari dapat diproses lagi untuk dijadikan minyak goreng kualitas kedua, sedangkan ampas kelapanya dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Pengenalan teknik pembuatan VCO juga dilakukan oleh Persatuan Dharma Wanita di lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi dan Lembaga Pemerintah Nondepartemen Riset dan Teknologi belum lama ini. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga lewat aplikasi teknologi tepat guna (TTG) yang dapat diterapkan di lingkungan rumah tangga. Dengan penerapan TTG ini dapat membuka peluang bagi masyarakat, terutama kaum perempuan, untuk memperoleh nilai tambah melalui industri rumah tangga. Mesin pemeras santan misalnya sangat mudah dioperasikan dalam skala rumah tangga, terutama kaum ibu.
Khasiat VCO
Sosialisasi VCO saat ini memang tengah dilakukan di berbagai tempat karena memiliki potensi pasar yang menjanjikan. Tingginya harga jual VCO dan pasarnya yang terus meningkat disebabkan banyaknya khasiat jenis minyak kelapa yang satu ini, antara lain dapat melangsingkan tubuh, memperbaiki metabolisme tubuh dan menetralisis kadar gula darah bagi penderita diabetes, serta mengobati berbagai penyakit lain bahkan yang mematikan seperti HIV.
Ini karena dalam minyak ini terkandung asam laurik hingga 53 persen dan asam kaprik (6 persen), yang merupakan asam lemak jenuh berantai karbon sedang (medium chain fatty acid/MCFA). Keduanya akan diubah menjadi senyawa monogliserida dalam tubuh, yang bersifat antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa. Dalam tubuh asam laurik berubah menjadi monolaurin, sedangkan asam kaprik menjadi monokaprin.
Berbagai bakteri dan virus serta protozoa yang dapat ditangkal monolaurin meliputi listeria monositogen dan helikobakteri pilorida, HIV, virus herpes simpleks-1 (HSV-1), virus vesikular stomatitis dan virus visna, virus sito megalo dan virus influenza, serta protozoa giadia lamblia. Sedangkan monokaprin mengatasi virus mematikan HIV-1 dan penyakit infeksi seksual seperti virus HSV-2 dan bakteri neisseria gonorrhoeae.
Khasiat VCO dalam menanggulangi penyakit virus telah lebih dari 30 tahun lalu diketahui antara lain oleh Profesor J Kabara yang telah mendapatkan hak paten dari penelitiannya itu. Sedangkan Dr Condrado Dayrit dari Filipina pada tahun 1980-an yang mula-mula melaporkan kemampuan asam laurik dan kaprik dalam mematikan virus HIV. Lemak jenuh berantai sedang dalam VCO karena dapat meningkatkan fungsi metabolisme tubuh, maka juga bermanfaat mengatasi obesitas, penyakit jantung, dan keropos tulang atau osteoporosis. Dengan membaiknya metabolisme, daya tahan terhadap penyakit akan meningkat dan cepat sembuh dari sakit.
Terganggunya metabolisme diawali dengan menurunnya produksi insulin atau enzim yang membantu zat gula dan protein masuk ke dalam sel. Unsur-unsur itu diketahui menjadi sumber energi bagi sel. Karena itu, bagi mereka yang mengalami gangguan fungsi insulin atau enzim, seperti penderita diabetes melitus, asupan MCFA akan membantu. Karena asam lemak jenuh rantai panjang itu dapat menembus dinding tanpa bantuan enzim. Dengan demikian, sel dapat menghasilkan energi lebih cepat.
Proses pembuatan
Berbeda dari minyak kelapa biasa yang terbuat dari kopra, VCO diproses dari buah kelapa tua yang masih segar yang baru dipetik. Buah kelapa itu terlebih dulu dikupas sabutnya, tempurung, dan kulit arinya.
Daging buahnya yang putih diparut, kemudian diperas dengan mesin pemeras santan (coco milk expeller) yang didesain khusus hingga diperoleh santan kental. Coco milk expeller sangat efektif karena dapat dioperasikan secara terus-menerus dengan kapasitas hingga 2.000 butir kelapa per hari.
Kelapa santan yang berupa krim ini lalu dimasak pada suhu sekitar 950 derajat Celsius sampai dihasilkan minyak. Minyak yang dihasilkan itu dipisahkan dari air lewat proses penguapan hingga dihasilkan minyak kelapa murni yang disebut VCO. Untuk menghasilkan satu liter VCO dibutuhkan 10-15 butir kelapa.
Pada tahap pemisahan minyak dan air ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu meliputi perebusan, fermentasi, pendinginan, pengadukan secara mekanis, dan pemberian enzim. Metode yang digunakan di Filipina adalah fermentasi secara tradisional. Santan yang diambil dari buah kelapa yang masih segar difermentasi selama 24 hingga 36 jam. Fermentasi buah kelapa dilakukan oleh mikroba yang secara alami terdapat dalam buah ini.
Selama waktu itu, air dipisahkan dari minyak. Minyak kemudian sedikit dipanaskan dalam waktu singkat untuk membersihkan larutan dan kemudian sedikit disaring. Dengan cara fermentasi, pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa minyak kelapa murni ini berkualitas sangat tinggi, yaitu mengandung asam laurik sekitar 50 hingga 55 persen.
Karena proses pembuatannya tidak menggunakan pemanasan yang tinggi dan lama, maka selain menghasilkan lemak-lemak berantai sedang (MCFA), keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung dalam daging buah kelapa dapat tetap mempertahankan.
VCO mempunyai sifat tahan terhadap panas, cahaya, oksigen, dan tahan terhadap proses degradasi. Dengan sifat itu, minyak ini dapat disimpan pada suhu kamar selama bertahun- tahun. Dalam pemanfaatannya, VCO dapat dikonsumsi secara langsung atau dipakai untuk memasak
Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.
Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain.
Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun 1990. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa.
Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai ekonomi. Coco Peat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman rumah kaca.
Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi persyaratan.
Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan acuan yang dapat dimanfaatkan pihak perbankan, investor serta pengusaha kecil dan menengah sehingga memudahkan semua pihak dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengolahan serat sabut kelapa ini. Hasil penelitian yang disusun dalam bentuk Lending Model ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan buku ini adalah:
Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi kredit usaha kecil, khususnya untuk komoditi serat sabut kelapa
Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha kecil serat sabut kelapa terutama tentang aspek keuangan, produksi, dan pemasaran.
Ruang Lingkup
Penyusunan lending model ini memerlukan studi mengenai pola pembiayaannya yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
Aspek pemasaran yang meliputi antara lain kondisi permintaan (termasuk pasar ekspor), penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar;
Aspek produksi yang meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan, dan penanganannya;
Aspek keuangan yang meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi dan kelayakan keuangan (menggunakan alat analisis rugi-laba, cash flow, net present value, pay back period, benefit cost ratio, dan internal rate of return) dilengkapi analisa sensitivitas;
Aspek sosial-ekonomi yang meliputi pengaruh pengembangan usaha komoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangan kerja, dan pengaruh terhadap sektor lain;
Aspek dampak lingkungan.
Metode Penelitian
Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut:Data primer dari pengusaha kecil (pengusaha coco fiber);
Data sekunder dari perbankan dan instansi terkait (Kandep Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ciamis).
Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal).
Analisis data tersebut di atas selanjutnya dilakukan atas hal-hal sebagai berikut:
analisis usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-ekonomi, dan dampak lingkungannya;
analisis pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangannya.
Untuk kepentingan pengumpulan dan analisis data tersebut di atas, sampel usaha kecil di wilayah penelitian diambil secara acak dengan persyaratan bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di wilayah studi, tetapi dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untuk usahanya.
Malaysia Minta Impor Sabut Kelapa dari SultraKENDARI – Pengusaha asal Malaysia meminta impor sabut kelapa dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebanyak 60.000 ton per tahun. Namun pengolah sabut kepala yang tergabung dalam Asosiasi Kelompok Usaha Bersama (AKUB) baru mampu memenuhi permintaan tersebut sebanyak 30.000 ton per tahun. ”Belum terpenuhinya kuota permintaan ini karena terbentur pada masalah mesin pengolah sabut kelapa yang dimiliki AKUB, kapasitasnya masih sangat terbatas,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sultra Drs H Amir Manab dalam percakapan dengan SH, di Kendari, Jumat (13/5).Menurut Amir Manab, asosiasi yang mengusahakan ekspor sabut kelapa ke Malaysia tersebut melibatkan 87.390 keluarga petani kelapa sebagai pemasok bahan baku. Para petani tersebut tersebar pada 21 sentra produksi kelapa di lima wilayah kabupaten di daerah ini. Luas areal tanaman kelapa di Sultra yang potensial untuk komoditas ekspor mencapai 71.129 hektare, dengan produksi ratusan ribu ton per tahun. ”Kita sudah membantu asosiasi itu dua unit mesin pengolah sabut kelapa menjadi bahan setengah jadi. Namun tetap saja kapasitas produksinya belum mampu memenuhi permintaan ekspor ke Malaysia sesuai dengan kuota,” katanya.Amir menambahkan pengusaha Malaysia mengimpor sabut kepala tersebut untuk kebutuhan industri pembuatan jok mobil dan industri kasur tempat tidur bagi hotel-hotel berbitang. ”Di Malaysia, jok mobil dan kasur tempat tidur di sejumlah hotel sekarang sudah lebih banyak menggunakan sabut kepala. Katanya, jok mobil dan kasur dari sabut kepala lebih nyaman ketimbang menggunakan bahan empuk karet busa atau kapuk,” kata Amir Manab
DICARI SABUT KELAPA:Sabut kelapa yang telah diolah dengan ketentuan sebagai berikut :1. Panjang : 10 - 15 Cm2. Kadar air : Maksimal 7%3. Kadar debu : Maksimal 3%4. Warna : Kuning ( coklat muda
Cina Butuh 1.000 Ton Sabut Kelapa Per Bulan
27 May 2004
Pontensi ekspor untuk produk turunan tanaman kelapa masih terbuka lebar. Salah satunya permintaan Cina sebanyak 1.000 ton sabut kelapa per bulan
Pontensi ekspor untuk produk turunan tanaman kelapa masih terbuka lebar. Salah satunya permintaan Cina sebanyak 1.000 ton sabut kelapa per bulan belum mampu dipenuhi industri pengolahan kelapa di dalam negeri. Kapasitas produksi di dalam negeri hanya sekitar 150-200 ton per bulan. Menurut Kedua Bidang Usaha dan Invetsasi Forum Komunikasi Perkelapaan Indonesia (FOKPI), Firman Alamsyah kepada Pembaruan, Senin (17/5) di Jakarta, kebutuhan Cina sekitar 5.000 ton per bulan yang akan diolah ke berbagai produk lainnya seperti alat media tanam. Untuk Indonesia, Cina meminta pasokan sekitar 1.000 ton per bulan namun belum mampu dipenuhi oleh pelaku usaha di dalam negeri karena konsumsi di dalam negeri juga meningkat. Padahal, harga untuk sabut kelapa di Cina sangat bagus yakni sekitar US$ 190 per ton. "Permintaan itu belum mampu dipenuhi karena konsumsi di dalam negeri juga meningkat, terutama untuk membuat jok mobil. Saat ini saja total permintaan sabut kelapa untuk jok mobil Zenia dan Avanza sekitar 110 ton per bulan. Selain itu, permintaan untuk membuat alas spring bed dan tali tambang dari sabut kelapa juga terus meningkat," katanya.Dia menjelaskan, kemampuan produksi dalam negeri masih dapat ditingkatkan jika pengolahan produk turunan kelapa semakin di tingkatkan. Kapasitas produksi sabut kelapa beberapa perusahaan umumnya berada di bawah 30 ton per bulan. Hanya dua perusahaan yang mempunyai kapasitas antara 100-150 ton per bulan. Selain itu, lanjutnya, produk turunan sabut kelapa dapat diolah menjadi filter untuk penyaring limbah yang biasa digunakan di beberapa industri pertambangan. Selama ini, filter yang diproduksi dari sabut kelapa juga justru diimpor untuk keperluan di dalam negeri. KonsorsiumBerkaitan dengan potensi dan pasar yang masih terbuka, FOKPI juga tengah menyiapkan sebuah tim untuk membentuk konsorsium yang melibatkan semua pihak terkait (stakeholders) perkelapaan Indonesia. Menurut Sekjen FOKPI Donatus Sabon, konsorsium yang dimaksud tersebut untuk memfasilitasi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mengembangkan industri perkelapaan di Indonesia. Perhatian pemerintah yang masih minim dalam mendorong industri rakyat harus segera diisi guna meningkatkan pengelolaan kelapa Indonesia yang cukup dikenal di luar negeri."Dari forum bersama pekan lalu pada dasarnya semua sepakat adanya Konsorsium Industri Kelapa Terpadu untuk mendorong industri perkelapaan. Kini, tengah disiapkan sebuah tim kecil dan dalam waktu dekat akan diwujudkan," ujarnya. Firman menambahkan, komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha bidang perkelapaan ini akan semakin meningkatkan investasi di beberapa sentra produsen kelapa. Dia berharap, keinginan pemerintah daerah Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas dan Pontianak) untuk mendirikan dua industri pengolaan kelapa dapat diwujudkan. Rata-rata investasi untuk satu industri terpadu pengolahan kelapa sekitar Rp 2 miliar, tetapi itu sangat tergantung pada lokasi dan teknologi yang digunakan."Dukungan pemerintah daerah ini sangat penting untuk mendorong investasi pengelolaan tanaman kelapa seperti di Kalimantan Barat. Dalam waktu akan dibuat MoU (nota kesepahaman) pihak-pihak terkait untuk membuat pabrik yang mengolah seluruh bagian dari tanaman kelapa," jelasnya.
Peluang investasi





Sama dengan bidang agrikultur, di sektor industri ini peran investor diharapkan untuk menggarap/ memperluas Pasar (Marketing), terutama untuk komoditas bambu, tempurung, sapu, knalpot, kayu, dan air minum dalam kemasan (AMDK).
Disamping itu, secara spesifik, peluang investasi di sector industri dapat diuraikan sbb :
a. Gula Kelapa
Kabupaten Purbalingga merupakan daerah agraris dengan potensi hasil pertanian yang cukup melimpah. Tanaman perkebunan yang dihasilkan di hampir seluruh wilayah Purbalingga adalah pohon kelapa. Hasil pohon kelapa yang cukup besar terdiri dari kelapa deres yang diambil produk gula kelapa dan kelapa dalam yang diambil produk buahnya.
Gula kelapa dihasilkan hampir di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Purbalingga. Sentra penghasil gula kelapa berada di wilayah kecamatan Kutasari, Bojongsari, Bobotsari, Kemangkon, Pengadegan, Kaligondang dan Kejobong. Jumlah pengrajin gula kelapa di Kabupaten Purbalingga lebih dari 14.000 orang dengan jumlah produksi gula kelapa mencapai lebih dari 30.240 ton per tahun.
Pangsa pasar gula kelapa meliputi :
1. Pasar tradisional, dengan konsumen akhir rumah tangga
Pangsa pasar ini tidak terlalu membutuhkan persyaratan kualitas dan penampilan produk secara khusus. Kulaitas dan penampilan produk yang diinginkan terbatas pada tingkat kualitas biasa / wajar secara umum.
2. Pabrikan, sebagai bahan baku produk kecap dan berbagai produk industri yang lain.
Pangsa pasar gula kelapa ke pabrikan kecap membutuhkan persyaratan kualitas tertentu (terutama kebersihan dan tingkat kekeringan produk), karena pihak pabrikan sudah menerapkan quality control pada bahan baku. Volume produk yang dibutuhkan dalam satu satua waktu cukup banyak (mencapai ratusan ton dalam seminggu). Sedangkan ukuran produk tidak begitu dipersoalkan. Pangsa pasar pabrikan hanya dapat ditembus oleh para pengepul gula kelapa yang mempunyai omset dan modal usaha memadai.
3. Pangsa pasar menengah ke atas dan eksport
Pangsa pasar menengah ke atas dapat berupa toko swalayan atau supermarket, toko-toko besar, restoran atau rumah makan berkelas, hotel berbintang maupun rumah tangga kaya ataupun kaum terpelajar. Pangsa pasar ini mempersyaratkan kualitas (kebersihan, daya simpan) dan penampilan yang menarik, bahkan terkadang menuntut kepraktisan dalam penggunaan. Gula kelapa untuk pangsa pasar ini harus benar-benar bersih, warna relatif seragam, tanpa bahan pengawet, ukuran standar (seragam), penampilan kemasan menarik dan praktis / mudah dibawa. Bahkan untuk persyaratan kualitas dituntut adanya uji laboratorium. Pangsa pasar ini memungkinkan untuk diversifikasi produk berupa gula cair, gula serbuk maupun gula batangan. Untuk dapat memberikan pengaruh positif terhadap harga dan meningkatkan nilai tambah gula kelapa, penetrasi akses pangsa pasar ini harus terus ditingkatkan. Permintaan pasar eksport gula kelapa masih sangat besar dan sampai saat ini belum dapat terpenuhi.
Dengan potensi hasil gula kelapa yang cukup tinggi tersebut sangat memungkinkan di wilayah Kabupaten Purbalingga didirikan pabrikan dengan bahan baku gula kelapa maupun peningkatan pengolahan (termasuk diversifikasi produk) gula kelapa dengan pangsa pasar menengah keatas maupun eksport.

b. Sabut Kelapa
Sabut kelapa merupakan hasil sampingan dari kelapa dalam setelah diambil daging buah kelapa yang dimanfaatkan untuk kopra maupun konsumsi rumah tangga. Jumlah produksi kelapa dalam sekitar 57.400.000 butir per tahun. Sentra penghasil sabut kelapa berada di wilayah Kecamatan Karangmoncol, Kejobong, Bukateja, Kemangkon, Kutasari, Kaligondang dan Pengadegan.
Pemanfaatan sabut kelapa menjadi barang industri masih sangat terbatas pada industri kecil peralatan rumah tangga seperti sapu, keset dan tali. Secara khusus pengolahan sabut kelapa menghasilkan 2 jenis produk utama yaitu cocofibre (40 -45 %) dan cocodust (45 – 50 %) serta aul (5 – 15 %) sebagai hasil sampingan.
Serat sabut kelapa (mattress fibre atau coirfibre) yang dihasilkan dari pengolahan sabut kelapa dapat digunakan untuk :
a. bahan peredam dan penahan panas pada industri pesawat terbang
b. bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil mewah di eropa
c. bahan geotekstil untuk perbaikan tanah pada bendungan, saluran air, dll
d. bahan cocosheet sebagai pengganti busa pada industri spring bed
e. bahan untuk membuat tali, sapu, sikat, keset dan alat rumah tangga lain.
Di beberapa negara produsen hasil olahan sabut kelapa, serat sabut kelapa telah digunakan sebagai benang (coir yarn), tikar (coir mattings), keset (coir mats), karpet (rugs and carpets), coco sheet atau ruberized coir, tambang (coir rope), pintalan (coir twine), twist fibre, bristle dan mattress fibre.
Serat sabut kelapa memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk substitusinya, terutama serat sintetis, yaitu :
memiliki daya serap air yang sangat tinggi
memiliki sifat material yang ramah lingkungan (natural recycle
memiliki daya serap panas yang sangat tinggi
proses pengolahannya tidak mencemari lingkungan
menggunakan mesin pengolah yang relatif sederhana
memiliki pangsa pasar yang sangat besar baik domestik maupun eksport Serbuk sabut kelapa (cocodust) dapat dimanfaatkan sebagai media tanaman komersial seperti media jamur, media hortikultura dengan nilai ekonomis tinggi dan media tanaman hidrophonik. Fungsi ini didukung dengan sifat keunggulan materialnya yang mampu menyerap air dalam jumlah besar, mudah dalam sirkulasi udara sehingga pernafasan akar tanaman lebih baik. Di negeri Belanda sebagai negara pengguna dan pengimport serbuk sabut kelapa terbesar di dunia telah menggunakan serbuk sabut kelapa secara luas sebagai media berbagai macam tanaman.
Aul sabut kelapa yang dicampur dengan serbuk sabut kelapa dan dipadatkan dengan hidrilic press dimanfaatkan sebagai media tanaman anggrek yang relatif lebih murah dibandingkan dengan media tanam yang lain.

Tidak ada komentar: